Minggu, 16 Mei 2010

artikel

Nama: Ati Susilawati
SMP Daarul Falaah

Peran Pembelajaran CTL dalam
Mengimplementasikan Pembelajaran Interaktif
Oleh : Dr. H. Endang Komara, M.Si
(Lektor Kepala dan Pembantu Ketua Bidang Akademik di STKIP Pasundan Cimahi)
(Sumber : Suara Daerah majalah pendidikan Jawa Barat –Bandung Nomor 420-April 2006)

A. Abstrak
Contextual teaching and learning (CTL) dipengaruhi oleh filsafat konstruktivisme yang berpandangan bahwa hakikat pengetahuan mempengaruhi konsep tentang proses belajar, karena belajar bukanlah sekedar mennghapal akan tetapi mengonstruksi pengetahuan melalui pengalaman. Pengetahuan bukanlah hasil “pemberian” dari orang lain seperti guru, akan tetapi hasil dari proses mengonstruksi yang dilakukan setiap individu. Pembelajaran interaktif memiliki dua karakteristik yaitu pertama proses pembelajaran melibatkan proses mental siswa secar maksimal. Kedua, dalam proses pembelajaran membangun suasana dialogis dan proses tanya jawab terus menerus.

B. Pendahuluan
Contextual teaching and learning (CTL) adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.
Dari konsep tersebut minimal ada tiga hal yang terkandung di dalamnya. Pertama, CTL menekankan pada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi. Kedua, CTL mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara metri yang dipelajari dengan situasi kehidupan yang nyata. Ketiga, CTL mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Sehubungan dengan hal tersebut, terdapat lima karakteristik penting dalam proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan CTL seperti yang dijelaskan oleh Dr. Wina Sanjaya, M.Pd (2005:110), sebagai berikut:
1. Activtinging knowledge (pengaktifan pengetahuan)
2. Acquiring knowledge (memperoleh dan menambah pengetahuan baru)
3. Understanding knowledge (pemahaman pengatahuan)
4. Applying knowledge (mempraktekan pengetahuan dan pengalaman)
5. Reflecting knowledge (melakukan refleksi)
Pembelajaran interaktif memiliki dua karakteristik seperti dijelaskan oleh Dr. H. Syaiful Sagala,M.Pd.(2003:63) yaitu :
1. Proses pembelajaran melibatkan proses mental siswa secara maksimal, bukan hanya menuntut siswa sekedar mendengar, mencatat, akan tetapi menghendaki aktivitas siswa dalam proses berfikir.
2. Dalam proses pembelajaran membangun suasana dialogis dan proses Tanya jawab terus menerus yang diarahkan untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan berpikir siswa, yang pada gilirannya kemampuan berpikir itu dapat membantu siswa untuk memperoleh pengetahuan yang mereka konstruksi sendiri.
Pembelajaran interaktif menurut Dimyati dan Mudjiono (1999 : 297) adalah Kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional untuk membuat siswa belajar secara aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar. UUSPN No. 20 Tahun 2003 menyatakan pembelajaran adalah proses interaksi peserta dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pemebelajaran sebagai proses belajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreatifitas berpikir yang dapat meningkatkan kemampuan berfikir siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan mengonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi.
Dalam pembelajaran guru harus memahami hakekat materi pelajaran yang diajarkannya sebagai suatu pelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan berfikir siswa dan memahami berbagai model pembelajaran yang dapat merangsang kemampuan siswa untuk belajar dengan perencanaan pengajaran yang matang oleh guru. Pendapat ini sejalan dengan Jerome Bruner (1960) mengatakn bahwa : “ perlu adanya teori pembelajaran yang akan menjelaskan asas-asas untuk merancang pembelajaran yang akan menjelaskan efektif di kelas”. Selanjutnya menurut Bruner teori belajar itu bersifat deskriptif, sedangkan teori pembelajaran itu preskriptif.
Hal ini menggambarkan bahwa orang yang berpengetahuan adalah orang terampil memecahkan masalah, mampu berinteraksi dengan lingkungannya dalam menguji hipotesis dan menarik generalisasi dengan benar. Jadi belajar dan pembelajaran diarahkan untuk membangun kemampuan berfikir dan kemampuan menguasai materi pelajaran, dimana pengetahuan itu sumbernya dari luar diri, tetapi dikonstruksi dalam diri individu siswa. Pengetahuan tidak diperoleh dengan cara diberikan atau ditransfer dari orang lain, tetapi “dibentuk dan dikonstruksi” oleh individu itu sendiri, sehingga siswa itu mampu mengembangkan intelektualnya.


Proses pembelajaran atau pengajaran (classroom teaching) menurut Dunkin dan Biddle (1974 : 38) berada pada empat variabel iteraksi yaitu :
1. Variable pertanda (pesage variables) berupa pendidik
2. Variable conteks (context variables) berupa peserta didik, sekolah dan masyarkat
3. Variable proses ( process variables) berupa interaksi peserta didik dengan pendidik
4. Variable produk (product variables) berupa perkembangan peserta didik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Dunkin dan Biddle selanjutnya mengatakan proses pembelajaran akan berlangsunng dengan baik jika pandidik mempunyai dua kompetensi utama yaitu:
1. Kompetensi substansi materi pembelajaran atau penguasaan materi pelajaran
2. Kompetensi metodolgi pembelajaran.
Artinya jika guru menguasai materi pelajaran, diharuskan juga menguasai metode pengajaran sesuai kebutuhan materi ajar yang menngacu pada prinsip pedagogic, yaitu memahami karakteristik peserta didik. Jika metode dalam pembelajaran tidak dikuasai, maka penyampaian materi ajar menjadi tidak maksimal. Metode yang digunakan sebagai strategi yang dapat memudahkan peserta didik untuk menguasai ilmu pengetahuan yang diberikan oleh guru. Hal ini menggambarkan bahwa pembelajaran terus mengalami perkembangan sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Karena itu dalam merespon perkembangan tersebut, tentu tidaklah memadai kalau sumber belajar berasal dari guru dan media teks buku belaka. Dirasakan perlu ada cara baru dalam mengkomunikasikan ilmu pengetahuan atau materi ajar dalam pembelajaran baik dalam sistem yang mandiri maupun sistem yang terstruktur.
Menurut Knirk dan Gustafson (1986 : 15) pembelajaran merupakan suatu proses yang sistematis melaui tahap rancangan, pelaksanaan dan valuasi. Pembelajaran tidak terjadi seketika, melainkan sudah melalui tahapan perancangan pembelajaran. Selanjutnya Knirk dan Gustafson (1986 : 18) mengemukakan teknologi pembelajaran melibatkan tiga komponen utama yang saling berinteraksi yaitu guru (pendidik), siswa (peserta didik), dan kurikulum. Komponen tersebut melengkapi struktur dan lingkungan belajar formal.

C. Pembahasan
Sesuai dengan filsafat yang mendasarinya bahwa pengetahuan terbentuk karena peran aktif subjek, maka dipandang dari sudut psikologis, CTL berpijak pada aliran psikologis kognitif. Menurut aliran ini proses belajar terjadi karena pemahaman individu akkan lingkungan. Belajar bukanlah peristiwa mekanis seperti keterkaitan Stimulus dan Respons. Belajar tidak sesederhana itu. Belajar melibatkan proses mental yang tidak tampak seperti emosi, minat, motivasi dan kemampuan atau pengalaman.
Dari asumsi dan latar belakang yang mendasarinya, maka terdapat beberapa hal yang harus dipahami tentang belajar delam konteks CTL menurut Sanjaya (2005: 114) antara lain :
a. Belajar bukanlah menghapal, akan tetapi proses mengkonstruksi pengetahuan sesuai dengan pengalaman yang mereka miliki. Oleh karena itulah, semakin banyak pengalaman maka akan semakin banyak pengetahuan yang mereka peroleh.
b. Belajar bukanlah sekedar mengumpulkan fakta yang lepas-lepas. Pengetahuan itu pada dasarnya merupakan organisasi dari semua yang dialami, sehingga dengan pengetahuan yang dimiliki akan berpengaruh terhadap pola-pola perilaku manusia, seperti pola berpikir, pola bertindak, kemampuan memecahkan persoalan termasuk penampilan atau performance seseorang. Semakin pengetahuan seseorang luas dan mendalam, maka akan semakin efektif dalam berfikir.
c. Belajar adalah proses pemecahan masalah, sebab dengan memecahkan maslah anak akan berkembang secara utuh yang bukan hanya perkembangan intelektual akan tetapi juga mental dan emosi. Belajar secara kontekstual adalah belajar bagaimana anak mennghadapi persoalan.
d. Belajar adalah proses pengalaman sendiri yang berkembang secara bertahap dari sederhana menuju yang kompleks. Oleh karena itu belajar tidak dapat sekaligus, akan tetapi sesuai dengan irama kemampuan siswa.
e. Belajar pada hakikatnya adalah menangkap pengetahuan dari kenyataan. Oleh karena itu, pengetahuan yang diperoleh adalah pengetahuan yang memiliki makna untuk kehidupan anak (Real World Learning).
Selanjutnya Sanjaya (2005: 115) memberikan penjelasan perbedaan CTL dengan pembelajaran konvensional, antara lain
1) CTL menempatkan siswa sebagai subjek belajar, artinya siswa berperan aktif dalam setiap proses pembelajaran dengan cara menemukan dan menggali sendiri materi pembelajaran. Sedangkan dalam pembelajaran konvensional siswa ditempatkan sebagai objek belajar yang berperan sebagai penerima informasi secara pasif.
2) Dalam pembelajaran CTL siswa belajar melalui Kegiatan kelompok, seperti kerja kelompok, berdiskusi, saling menerima, dan member. Sedangkan, dalam pembelajaran konvensional siswa lebih banyak belajar secara individual dengan menerima, mencatat, dan menghafal materi pelajaran.
3) Dalam CTL, pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata yang riil; sedangkan dalam pembelajaran konvensional pembelajaran bersifat teoritis dan abstrak.
4) Dalam CTL, kemampuan didasarkan atas pengalaman, sedangkan dalam pembelajaran konvensional kemampuan diperoleh melalui latihan-latihan.
5) Tujuan akhir dari proses pembelajaran melalui CTL adalah kepuasan diri; sedangkan dalam pembelajaran konvensional tujuan akhir adalah nilai dan angka.
6) Dalam CTL, tindakan atau prilaku dibangun atas kesadaran diri sendiri, misalnya individu tidak melakukan perilaku tertentu karena ia menyadari bahwa prilaku itu merugikan dan tidak bermanfaat; sedangkan dalam pembelajaran konvensional tindakan atau perlaku individu didasarkan oleh faktor dari luar dirinya, misalnya individu tidak melakukan sesuatu disebabkan takut hukuman, atau sekedar untuk memperoleh angka atau nilai dari guru.
7) Dalam CTL, pengetahun yang dimiliki setiap individu selalu berkembang sesuai dengan pengalaman yang dialaminya. Oleh sebab itu setiap siswa bisa terjadi perbedaan dalam memaknai hakikat pengetahuan yang dimilikinya. Dalam pembelajaran konvensional, hal ini tidak mungkin terjadi. Kebenaran yang dimiliki bersifat absolute dan final, oleh karena pengetahuan dikonstruksi oleh orang lain.
8) Dalam pembelajaran CTL, siswa bertanggung jawab dalam memonitor dan mengembangkan pembelajaran mereka masing-masing; sedangkan dalam pembelajaran konvensional guru adalah penentu jalannya proses pembelajaran.
9) Dalam pembelajaran CTL, pembelajaran bisa terjadi di mana saja dalam konteks dan settting yang berbeda sesuai dengan kebutuhan; sedangkan dalam pembelajaran konvensional pembelajaran hanya terjadi di dalam kelas.
10) Oleh karena tujuan yang ingin dicapai oleh seluruh aspek perkembangan siswa,, maka dalam CTL keberhasilan pembelajaran diukur dengan berbagai cara misalnya dengan evaluasi proses, hasil karya siswa, penampilan, rekaman, observasi, wawancara, dan lain sebagainya; sedangkan dalam pembelajaran konvensional keberhasilan pembelajaran biasanya diukur dari tes.
Berdasarkan perbedaan pokok tersebut di atas, saya membenarkan tentang kajian mengenai pembelajaran contextual teaching learning (CTL) tersebut sebagaimana pendapat menurut Paulo Freire (Sanjaya, 2005: 116-117) bahwa CTL memang memiliki karakteristik tersendiri baik dilihat dari asumsi maupun proses pelaksanaan dan pengelolaannya. Dalam proses pembelajaran kontekstual, setiap guru perlu memahami tipe belajar dalam dunia siswa, artinya guru perlu menyesuaikan gaya mengajar terhadap gaya belajar siswa. Dalam proses pembelajaran konvensional hal ini sering terlupakan, sehingga proses pembelajaran tidak ubahnnya sebagai proses pemaksaan kehendak, atau disebut system penindasan.

D. Kesimpulan
Pembelajaran CTL (Contextual teaching and learning) adalah pembelajaran yang dimulai dengan sajian atau tanya jawab lisan yang terkait dengan dunia nyata kehidupan siswa (daily life modeling), sehingga akan dirasa manfaat dari materi yang akan disajikan motivasi belajar muncul, dunia pikiran siswa menjadi konkret, dan suasana menjadi kondusif-nyaman dan menyenangkan. Prinsip pembelajaran kontekstual adalah aktivitas siswa, siswa melakukan dan mengalami, tidak hanya menonton dan mencatat sebagimana ciri-ciri dari pembelajaran konvensional , dan pengembangan kemampuan sosialisasi.

E. Saran
Demikianlah kajian kritis ini saya sampaikan dalam rangka pentingnya usaha guru menyikapi dan mengimplementasikan pembelajaran CTL (Contextual Teaching Learning) di dalam Kegiatan belajar mengajar, semoga kajian kritis ini bermanfaat. Agar kedepan mutu pendidikan bisa lebih maju dan meningkat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar